Senin, 11 Mei 2015

MAKALAH KEARIFAN LOKAL NYATA DAN TIDAK NYATA DI ACEH BESAR

BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang Masalah
            Jauh sebelum diproklamasikannya Republik Indonesia, Aceh adalah sebuah negeri berdaulat dan dikenal sebagai kerajaan Islam pertama di Asia Tenggara. Mencapai puncak kejayaan pada masa Sultan Iskandar Muda. Pada abad XVI, Aceh pernah tercatat sebagai salah satu kerajaan Islam besar di dunia.
            Posisi Aceh yang dekat dengan laut, mejadikannya sebuah wilayah persinggungan berbagai budaya dari seluruh dunia. Tercatat sejak abad VIII, Aceh menjadi tempat strategis untuk persinggahan pelayaran bagi para pedagang yang berasal dari Arab, Persia, Turki, maupun Spanyol yang hendak menuju Cina maupun India. Beberapa pedagang menetap di Aceh dan melangsungkan perkawinan dengan perempuan – perempuan Aceh. Maka terjadilah akulturasi budaya.
            Salah satu tradisi yang menjadi warisan turun temurun adalah penggal budaya berupa karya kesenian. Dalam konteks Aceh, kesenian sebagai bagian dari kebudayaan tidak terlepas dari nilai – nilai tradisi masyarakatnya. Seni yang dimaksud adalah kemampuan seseorang atau sekelompok untuk menampilkan hasil karya di hadapan orang lain. Dalam konteks masyarakat Aceh dahulu, seseorang yang mempunyai nilai seni, maka ia akan menjadi sosok yang akan menjadi perhatian. Sejumlah sumber tertulis menyebutkan, ada beberapa jenis kesenian Aceh, diantaranya dhikee, Seudati, Rukoen, Rapai Geleng, Rapai Daboeh, Biola (mop-mop), Saman, Laweut dan sebagainya. Sepintas lalu, kegiatan seni yang dilakukan bertujuan untuk menghibur diri atau kelompok tertentu. Tapi sebenarnya, mengandung banyak makna, utamanya internalisasi nilai budaya lokal yang kuat dan mengakar yang pada gilirannya menjadi corak yang khas.

 

            Mantan Gubernur Aceh, Ali Hasjim pernah mengatakan kesenian Aceh menjadi istimewa bukan karena kesedihan dan kegeraman fakta sejarah yang menjerat kejayaan Aceh ratusan tahun lamanya. Tapi justru menjadi istimewa karena kehalusan kreasi senimannya dalam memelihara kebesaran Sang Pencipta yang tertuang dalam latar inspirasi alam dan fenomena hidup di negeri Aceh. Seni di Aceh menurutnya sangat istimewa, karena keseimbangan kreatifitas para seniman dalam aktualisasi nalar berkesenian yang runut, berwawasan, unik dan universal.Menilik perjalanan beberapa kesenian Aceh yang telah disebutkan sebelumnya, ternyata tidak terlahir dari kalangan istana atau tradisi besar. Melainkan dari tradisi kecil atau istilah Jawanya wong cilik. Yang sangat mencolok dalam kesenian Aceh adalah ruh nilai – nilai Islam begitu terasa dalam denyut nadi kesenian Aceh.
            Pada Buku Bunga Rampai Budaya Nusantara, Kesenian Aceh secara umum terbagi dalam seni tari, sastra dan cerita rakyat. Adapun ciri – ciri tari tradisional Aceh antara lain ; bernafaskan Islam, ditarikan banyak orang, pengulangan gerak serupa yang relatif banyak dan rancak, memakan waktu penyajian relatif panjang, kombinasi dari tari musik dan sastra, serta pola lantai yang terbatas. Pada masa awal pertumbuhannya, disajikan dalam kegiatan khusus berupa upacara-upacara dan gerak tubuh terbatas. Seni seperti dimengerti, adalah ungkapan kecantikan jiwa. Kesenian Aceh atau ungkapan jiwa orang Aceh, dibalut dengan nilai-nilai agama, sosial dan politik. Kenyataan ini dapat dilihat dalam seni tari, sastra, teater dan suara. Selain itu, tari atau seni tradisional Aceh dipengaruhi sosial budaya Aceh itu sendiri. Seni Aceh dipengaruhi latar belakang adat agama dan latar belakang cerita rakyat (mitos legenda). Seni tari yang berlatar belakang adat dan agama seperti tari saman, meuseukat, rapai uroh maupun rapai geleng, juga Rampou Aceh dan Seudati. Sementara seni yang berlatar belakang cerita rakyat (mitos legenda) seperti tari Phom Bines dan Ale Tunjang




1.2  Rumusan Masalah
Untuk lebih memperjelas ruang lingkup pembahasan. Masalah-masalah yang akan dibahas lebih dalam adalah:
1.Apa saja tarian-tarian dari Suku Aceh yang termasuk dalam warisan budaya Aceh?
2.  Dari daerah manakah tarian-tarian dari Suku Aceh dan Syair Berasal?
3.  Apa makna dan fungsi dari tarian-tarian dari Suku Aceh dan Syair?
4.  Bagaimana sistem tarian-tarian Suku Aceh dan Syair Itu? .       

 

  1.3 Tujuan Penulisan                                                                        
Penulis ingin mengetahui lebih lanjut kesenian tari  Dan Syair apa sajakah yang ada di Aceh dan untuk lebih memper dalam pengetahuan tentang kesenian Tari Dan Syair yang ada di Indonesia.








BAB II
PEMBAHASAN
 2.2 Kearifan Lokal Yang Nyata
Provinsi Aceh yang memiliki setidaknya  suku bangsa, memiliki kekayaan tari-tarian yang sangat banyak dan juga sangat mengagumkan. Beberapa tarian yang terkenal di tingkat nasional dan bahkan dunia merupakan tarian yang berasal dari Aceh, seperti Tari Rateb Meuseukat dan Tari Saman. Disini penulis akan membahas tarian-tarian dari Suku Aceh.

A.   Tarian Suku Aceh

1.      Tari Laweut

Tari Laweut adalah tari yang berasal dari Aceh. Laweut berasal dari kata Selawat, sanjungan yang ditujukan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW. Sebelum sebutan laweut dipakai, pertama sekali disebut Akoon (Seudati Inong). Laweut ditetapkan namanya pada Pekan Kebudayaan Aceh II (PKA II). Tarian ini berasal dari Pidie dan telah berkembang di seluruh Aceh.Gerak tari ini, yaitu penari dari arah kiri atas dan kanan atas dengan jalan gerakan barisan memasuki pentas dan langsung membuat komposisi berbanjar satu, menghadap penonton, memberi salam hormat dengan mengangkat kedua belah tangan sebatas dada, kemudian mulai melakukan gerakan-gerakan tarian.
2.      Tari Likok Pulo

Tari Likok Pulo adalah tari yang berasal dari Aceh. Tarian ini lahir sekitar tahun 1849, diciptakan oleh seorang ulama tua berasal dari Arab yang hanyut di laut dan terdampar di Pulo Aceh. Tari ini diadakan sesudah menanam padi atau sesudah panen padi, biasanya pertunjukan dilangsungkan pada malam hari bahkan jika tarian dipertandingkan dapat berjalan semalam suntuk sampai pagi. Tarian dimainkan dengan posisi duduk bersimpuh, berbanjar, atau bahu membahu.Seorang pemain utama yang disebut cèh berada di tengah-tengah pemain. Dua orang penabuh rapa’i berada di belakang atau sisi kiri dan kanan pemain. Sedangkan gerak tari hanya memfungsikan anggota tubuh bagian atas, badan, tangan, dan kepala. Gerakan tari pada prinsipnya ialah gerakan oleh tubuh, keterampilan, keseragaman atau kesetaraan dengan memfungsikan tangan sama-sama ke depan, ke samping kiri atau kanan, ke atas, dan melingkar dari depan ke belakang, dengan tempo mula lambat hingga cepat.

3.      Tari Pho

Tari Pho adalah tari yang berasal dari Aceh. Perkataan Pho berasal dari kata peubae, peubae artinya meratoh atau meratap. Pho adalah panggilan atau sebutan penghormatan dari rakyat hamba kepada Yang Mahakuasa yaitu Po Teu Allah. Bila raja yang sudah almarhum disebut Po Teumeureuhom.Tarian ini dibawakan oleh para wanita, dahulu biasanya dilakukan pada kematian orang besar dan raja-raja, yang didasarkan atas permohonan kepada Yang Mahakuasa, mengeluarkan isi hati yang sedih karena ditimpa kemalangan atau meratap melahirkan kesedihan-kesedihan yang diiringi ratap tangis. Sejak berkembangnya agama Islam, tarian ini tidak lagi ditonjolkan pada waktu kematian, dan telah menjadi kesenian rakyat yang sering ditampilkan pada upacara-upacara adat.

4.      Tari Ranup Lampuan

Tari Ranup Lampuan adalah salah satu tarian tradisional Aceh yang ditarikan oleh para wanita. Tarian ini biasanya ditarikan untuk penghormatan dan penyambutan tamu secara resmi. Tari Ranup Lampuan dalam bahasa Aceh, berarti sirih dalam puan. Puan adalah tempat sirih khas Aceh. Karya tari yang berlatar belakang adat istiadat masyarakat Aceh, khususnya adat pada penyambutan tamu. Secara koreografi tari ini menceritakan bagaimana dara-dara Aceh menghidangkan sirih kepada tamu yang datang, yang geraknya menceritakan proses memetik, membungkus, meletakkan daun sirih ke dalam puan, sampai menyuguhkan sirih kepada tamu yang datang.

5.      Tari Rapa’i Geleng

Rapa’i adalah salah satu alat tabuh seni dari Aceh. Alat tabuh ini dikenal dengan nama Rebana. Rapa’i (Rebana) terbagi kepada beberapa jenis permainan, Rapa’i Geleng salah satunya. Permainan Rapa’i Geleng juga disertakan gerakan tarian yang melambangkan sikap keseragaman dalam hal kerjasama, kebersamaan, dan penuh kekompakan dalam lingkungan masyarakat. Tarian ini mengekspresikan dinamisasi masyarakat dalam syair (lagu-lagu) yang dinyanyikan. Fungsi dari tarian ini adalah syiar agama, menanamkan nilai moral kepada masyarakat, dan juga menjelaskan tentang bagaimana hidup dalam masyarakat sosial. Rapa’i Geleng pertama kali dikembangkan pada tahun 1965 di Pesisir Pantai Selatan. Nama Rapa’i diadopsi dari nama Syeik Ripa’i yaitu orang pertama yang mengembangkan alat musik pukul ini. Syair yang dibawakan tergantung pada Syahi. Hingga sekarang syair-syair itu banyak yang dibuat baru namun tetap pada fungsinya yaitu berdakwah. Jenis tarian ini dimaksudkan untuk laki-laki. Biasanya yang memainkan tarian ini ada 12 orang laki-laki yang sudah terlatih. Syair yang dibawakan adalah sosialisasi kepada mayarakat tentang bagaimana hidup bermasyarakat, beragama serta solidaritas yang dijunjung tinggi.

. 6.     Tari Seudati          
                                             
Kata seudati berasal dari bahasa Arab syahadati atau syahadatain, yang berarti kesaksian atau pengakuan. Dalam bahasa Melayu dialek Aceh, syahadati diubah menjadi seudati. Selain itu, ada pula yang mengatakan bahwa kata seudati berasal dari kata seurasi yang berarti harmonis atau kompak. Selanjutnya, kata seudati dijadikan salah satu istilah tarian yang dikenal dengan tarian seudati. Tarian ini cukup berkembang di Aceh Utara, Pidie dan Aceh Timur. Di daerah yang disebutkan terakhir tarian seudati dijadikan sebagai salah satu tarian tradisional.

Pada mulanya tarian seudati diketahui sebagai tarian pesisir yang disebut ratoh atau ratoih, yang artinya menceritakan, diperagakan untuk mengawali permainan sabung ayam, atau diperagakan untuk bersuka ria ketika musim panen tiba pada malam bulan purnama. Dalam ratoh, dapat diceritakan berbagai hal, dari kisah sedih, gembira, nasehat, sampai pada kisah-kisah yang membangkitkan semangat. Semua kisah tersebut disampaikan dengan menggunakan bahasa Melayu dialek Aceh. Dengan demikian, jelaslah bahwa pada masa-masa awal, Seudati ditarikan oleh delapan orang laki-laki sebagai penari utama, terdiri dari satu orang pemimpin yang disebut syeikh, satu orang pembantu syeikh, dua orang pembantu di sebelah kiri yang disebut apeetwie, satu orang pembantu di belakang yang disebut apeet bak, dan tiga orang pembantu biasa. Selain itu, ada pula dua orang penyanyi sebagai pengiring tari yang disebut aneuk syahi.

Jenis tarian ini tidak menggunakan alat musik, tetapi hanya membawakan beberapa gerakan, seperti tepukan tangan ke dada dan pinggul, hentakan kaki ke tanah dan petikan jari. Gerakan tersebut mengikuti irama dan tempo lagu yang dinyanyikan. Bebarapa gerakan tersebut cukup dinamis dan lincah dengan penuh semangat. Namun, ada beberapa gerakan yang tampak kaku, tetapi sebenarnya memperlihatkan keperkasaan dan kegagahan si penarinya. Selain itu, tepukan tangan ke dada dan perut mengesankan kesombongan sekaligus kesatria.

7.   Tari Tarek Pukat

Tarek Pukat merupakan salah satu tarian daerah Aceh yang sangat terkenal.  Tarian ini menceritakan tentang bagaimana kehidupan rakyat Aceh yang tinggal di pesisisr pantai, dimana sebagian besar bermata pencarian sebagai nelayan.Tarian Tarek Pukat biasanya di tarikan oleh 7 sampai 9 orang wanita, dan 4 atau 5 orang laki-laki yang mengiringi tarian ini. Pada dasarnya, gerakan tarian ini sangatlah sederhana, dan mudah untuk di pelajari, dimana para wanita berdiri dan duduk sambil merangkai rangkaian tali yang mencerminkan jaring ikan, lalu para laki-laki mengiringi tarian ini di belakang para wanita dengan memperagakan gerakan yang mencerminkan seseorang menangkap ikan.
Tarian ini sudah banyak berkembang, baik dari segi gerakan, pakaian adat, maupun aransemen musik yang mengiringinya, namun perubahan-perubahan yang terjadi tidak terlalu mencolok dan tidak melenceng dari bentuk tarian aslinya. Sebagai warisan kebudayaan Aceh, tarian ini harus kita jaga dan kita lestarikan, terutama kepada generasi muda yang kurang mencintai kebudayaan daerah.

2.3 Kearifan Lokal Yang Tidak Nyata

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dengan beberapa suku yang mendiaminya, salah satunya suku aceh termasuk Bhineka Tunggal Ika. Hal inilah yang memberikan kekayaan seninya seperti syair Setiap suku - suku yang ada diseluruh Indonesia memiliki ciri khas tersendiri baik didalam adat - istiadat, kesenian dan bahasanya. Keberagaman seni budaya ini tidak hanya tejadi antara satu pulau dengan pulau yang lain tetapi juga terjadi antara daerah yang satu dengan daerah yang lain di dalam satu pulau. Gerak laju pembangunan penerapan teknologi dalam era pembangunan negara dan bangsa tidak terlepas dari dampak negatif. Jika kita tidak menyadarinya sejak dini maka akan terjerumus kepada kepunahan sampai kehilangan kekayaan yang berharga, khususnya syair yaitu selaweut yang memiliki ciri khas masing-masing dan memiliki makna tersendiri.

selaweut lahir dan berkembang seirama dengan perkembangan Islam ditanah Aceh, perkembangan Islam di aceh telah melahirkan suatu bentuk kesenian yang sangat digemari masyarakat. Kesenian ini sangat menarik karena merupakan perpaduan dari tarian dan nyanyian, dan lantunan syair sastra. Kesenian ini berisi syair-syair puisi faktual dan kontekstual menyangkut berbagai macam masalah kehidupan, baik sosial, politik maupun agama. Syair mengandung  mengungkapkan suatu makna dalam kehidupan masyarakat Aceh besar. Teks syair dan pantun dalam kesenian tersebut dapat mengungkapkan berbagai macam hal dalam berbagai macam konteks kehidupan. Kesenian yang paling mendominasi kebudayaan Aceh dan sangat populer ditengah masyarakat. Populer tidak saja ditempat asalnya tetapi dibeberapa kota besar seperti  Lampaku,Blang Bintang dan Jantho yang secara berkala sering dipentaskan.

Pada awalnya silaweut digunakan sebagai sarana bagi penyebaran agama Islam melalui media syair. Para seniman didong tidak semata - mata menyampaikan tutur kepada penonton yang dibalut dengan estetika, melainkan didalamnya bertujuan agar masyarakat pendengarnya dapat memaknai hidup sesuai dengan realitas akan kehidupan para nabi dan tokoh dalam Islam. Seiring perkembangannya, didong tidak hanya ditampilkan pada hari - hari besar agama Islam, melainkan juga dalam upacara-upacara adat seperti perkawinan, khitanan, mendirikan rumah, panen raya, pesta rakyat, penyambutan tamu dan sebagainya.

Menurut sejarahnya suku aceh barasal dari India yang pada mulanya mendiami pantai Timur dan Utara Aceh. Selaweut dapat dipertunjukan pada saat pesta perkawinan antar dara baro yaitu pihak wanita (ureung inong)masuk kepada pihak keluarga pihak pria (ureun agam). Jadi, pihak istri masuk menjadi tanggung jawab pihak suami. Istri tinggal dirumah suami. Mengikuti garis keturunan ayah.  Sebuah seni perpaduan antara sastra, seni suara, dan seni tari yang digelar dalam satu sistem bertanding , selain itu kesenian selaweut juga kerap dipentaskan dalam mengisi acara perkawinan, khitanan, menyambut bulan suci ramdhan, memperingati hari - hari besar islam dan lainnya. Silaweut adalah perpaduan yang kompak antara seni gerak dan serentak, teater/pelakonan peran serta syair – syair yang mengandung pengetahuan dan nilai - nilai yang tinggi.

















BAB III
PENUTUP

     A.    Kesimpulan
Provinsi Aceh yang memiliki setidaknya  suku bangsa, memiliki kekayaan tari-tarian yang sangat banyak dan juga sangat mengagumkan. Beberapa tarian yang terkenal di tingkat nasional dan bahkan dunia merupakan tarian yang berasal dari Aceh, seperti Tari Rateb Meuseukat dan Tari Saman. Disini penulis akan membahas tarian-tarian dari Suku Aceh.

Pada Buku Bunga Rampai Budaya Nusantara, Kesenian Aceh secara umum terbagi dalam seni tari, dan Syair. Kesenian Aceh atau ungkapan jiwa orang Aceh, dibalut dengan nilai-nilai agama, sosial dan politik. Kenyataan ini dapat dilihat dalam seni tari, sastra, teater dan suara. Selain itu, tari atau seni tradisional Aceh dipengaruhi sosial budaya Aceh itu sendiri. Seni Aceh dipengaruhi latar belakang adat agama dan latar belakang cerita rakyat (mitos legenda).










DAFTAR PUSTAKA                                                      
Cambel.2002.Kearifan local nyata dan Tidak Nyata.Jakarta:Erlangga

Martoharsono,Soeharsono.1978.Kearifan Lokal yang Nyata.Yogjakarta:Gadjah MadaUniversity Press

Murray RK,Granner DK,Mayes PA,Rodwell VW,2003,Kearifan Lokal Yang Tidak Nyata,EdisiXXV,Penerjemahan Hartono Andry,Jakarta:EGC
Sumber Foto: Cut Intan Elly Arby, 1989.Tarian dan Syair Aceh. Jakarta: Yayasan Meukuta Alam, Himpunan Ahli Rias Pengantin Indonesia “Melati” dan YayasanStryer L,1996,


Tidak ada komentar:

Posting Komentar